RUMUSAN
PANCASILA
Dalam upaya merumuskan Pancasila
sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulanpribadi yang dikemukakan
dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu
Lima Dasar
Oleh Muhammad Yamin, yang
berpidato pada tanggal 29 Mei1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan,
Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan,Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia
menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskanitu berakar pada sejarah,
peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lamaberkembang di Indonesia. Mohammad
Hatta dalam memoarnya meragukan pidato
Yamin tersebut.
[1]
Panca Sila
Oleh Soekarno
yang dikemukakan pada tanggal 1
Juni1945. Sukarno
mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme;
Mufakat, dasar perwakilan, dasarpermusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama
Pancasila itu diucapkan oleh Soekarnodalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu,
katanya:
Sekarang banyaknya prinsip:
kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, danketuhanan, lima
bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini
dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila.
Sila artinya azas ataudasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan
negara Indonesia, kekal dan abadi.
Setelah Rumusan Pancasila
diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannyaialah
Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang
dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk DekritPresiden
5 Juli 1959)
Rumusan Piagam
Jakarta
Usulan-usulan blue print
Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesipertama yang
berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni
–
9 Juli 1945, delapan oranganggota
BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan
menyelaraskanusul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk.Pada 22 Juni 1945
panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam
rapatinformal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda
(kemudian dikenal dengan
sebutan “Panitia Sembilan”) yang
bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.
Dalam menentukan hubungan
negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan Islam yangmenghendaki
bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk
negarasekuler dimana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang
agama. Persetujuan di antara
dua golongan yang dilakukan oleh
Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan
Pembentukan
Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh
Yamin.
Adapun
rumusan
rancangan dasar negara terdapat di
akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan HukumDasar” (paragraf
1
-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/
declaration of independence).
Rumusan ini
merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para “Pendiri Bangsa”.
Rumusan kalimat
“… dengan berdasar kepada: ke
-
Tuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syari’at Islam ba
gi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatanyang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta
dengan mewujudkansuatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
.”
Alternatif pembacaan
Alternatif pembacaan rumusan
kalimat rancangan dasar negara pada Piagam Jakarta dimaksudkan
untuk memperjelas persetujuan kedua golongan dalam BPUPKI sebagaimana
terekam dalam dokumen itudengan menjadikan anak kalimat terakhir dalam paragraf
keempat tersebut menjadi sub-sub anak kalimat.
“… dengan berdasar kepada: ke
-Tuhanan
[A] dengan kewajiban menjalankan
syari’at Islam bagi pemeluk
-pemeluknya, menurut dasar,[A.1]
kemanusiaan yang adil dan beradab,[A.2] persatuan Indonesia, dan[A.3] kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan[;]
serta
[B] dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan dengan
penomoran (utuh)
1.Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya2.Menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab3.Persatuan Indonesia4.Dan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan5.Serta dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan
populer
Versi populer rumusan
rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang beredar di masyarakat
adalah:1.Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya2.Kemanusiaan yang adil dan beradab3.Persatuan
Indonesia4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan UUD
1945
Kegagalan Konstituante untuk
menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yangdisahkan 15 Agustus
1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli
1959Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit
Kepala Negara yang salahsatu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang
disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945menjadi UUD Negara Indonesia
menggantikan UUD Sementara.Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan
Pancasila yang terdapat dalam PembukaanUUD kembali menjadi rumusan resmi yang
digunakan. Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yangpernah menjadi lembaga
tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun
1960-2004,dalam berbagai produk ketetapannya, diantaranya:1.Tap MPR No
XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
RakyatRepublik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila(Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan
Pancasila sebagai Dasar Negara, dan2.Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber
Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
Rumusan kalimat
“… dengan berdasar kepada: Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilanserta dengan
mewuju
dkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.”
Rumusan dengan
penomoran (utuh)
1.Ketuhanan Yang Maha
Esa,2.Kemanusiaan yang adil dan beradab,3.Persatuan Indonesia4.Dan kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan5.Serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
ukaan Hukum Dasar”
Maklumat Nahdlatul Ulama
untuk Dukung Pancasila dan UUD 1945
31/07/2006
Maklumat
Nahdlatul Ulama
Bahwa sepanjang sejarah Republik
Indonesia, setiap upaya mempersoalkan Pancasila sebagaiideologi negara apalagi
upaya untuk menggantikannya, terbukti senantiasa menimbulkan perpecahan di
kalangan bangsa dan secara realistis tidak menguntungkan umat Islam
sebagaimayoritas bangsa.Hingga kini, Pancasila sebagai ideologi negara masih
tetap merupakan satu-satunya ideologi yang secara dinamis dan harmonis dapat
menampung nilai-nilaikeanekaragaman agama maupun budaya, sehingga Indonesia
kokoh dan utuh tidak terjebak menjadi negara agama (teokrasi) maupun
menjadi negara sekuler yang mengabaikan nilai-nilaiagama.Dewasa ini, mulai
terasa upaya menarik Pancasila ke kiri dan ke kanan, yang apabila
tidak diwaspadai oleh seluruh komponen bangsa dan membahayakan dan
menggoyahkan eksistensidan posisi Pancasila itu sendiri.Gerakan reformasi yang
melahirkan amandemen terhadap UUD 1945, diakui telah banyak menyumbangkan
demokrasi dan kebebasan hak asasi, namun dirasakan pula bahwa
reformasi juga melahirkan problem-problem tertentu, maka wajar kalau
reformasi direnungkan kembali.Pancasila sebagai landasan yang berkerangka UUD
1945 melahirkan ketatanegaraan yangdiwadahi dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), oleh karenanya maka sistemotonomi daerah dan otonomi khusus
sama sekali tidak boleh menjurus kepada disintegrasi bangsa, apalagi
pemisahan kewilayahan.Perjuangan menegakkan agama dalam Negara Pancasila
haruslah ditata dengan prinsip kearifan,tidak boleh menghadapkan agama terhadap
negara atau sebaliknya, tetapi dengan meletakkanagama ssebagai sumber aspirasi
serta menyumbangkan tata nilai agama yang kemudian diprosesmelalui prinsip
demokrasi dan perlindungan terhadap seluruh kepentingan bangsa.
Sedangkanmasing-masing agama di Indonesia dapat melakukan kegiatannya dengan
leluasa dalam dimensikemasyarakatan (civil society)Maka dengan ini, Nahdlatul
Ulama :
MENEGUHKAN
KEMBALI KOMITMENKEBANGSAANNYA UNTUK MEMPERTAHANKKANDAN MENGEMBANGKAN PANCASILA
DANUUD 1945 DALAM WADAH NEGARA KESATUANREPUBLIK INDONESIA (NKRI)
Peneguhan ini dilakukan karena
menurut NU, Pancasila, UUD 1945 dan NKRI adalah upayafinal umat Islam dan
seluruh bangsa.Ditetapkan dalam Munas dan Konbes NU di Surabaya, 30 Juli 2006
LIMA RUMUSAN PANCASILA DAN
MASYARAKAT MADANI
LIMA
RUMUSAN RESMI PANCASILA
DAN
CITA-CITA MASYARAKAT MADANI
Abdul
Hadi W. M.
Dalam
sejarah RI rumusan Pancasila mengalami perubahan susunan dan penafsiran.
Perubahan-perubahan tersebut sejalan dengan perkembangan politik dan gagasan
dalam masyarakat. Penafsiran yang tak kunjung usai diperdebatkan khususnya
berkenaan dengan asas Ketuhanan, Kebangsaan dan Kerakyatan (Kedaulatan Rakyat).
Sejak Pancasila disepakati sebagai ideologi negara RI sampai sekarang tercatat
ada lima rumusan resmi:
Rumusan
Pertama terkandung dalam Piagam Jakarta yang ditetapkan pada 22 Juni 1945.
Rumusan Kedua dalam Pembukaan UUD 45 yang ditetapkan pada 18 Agustus
1945. Rumusan Ketiga dalam Mukadimah Konstitusi R. I. S. (Republik
Indonesia Serikat) yang ditetapkan pada 27 Desember 1949. Rumusan Keempat dalam
Mukadimah UUD Sementara, ditetapkan pada 15 Agustus 1950. Rumusan
Kelima yang berlaku hingga sekarang ditetapkan melalui Dektrit
Presiden 5 Juli 1959. Rumusan kelima ini sama dengan rumusan kedua, namun
dengan tambahan keterangan ”dijiwai oleh semangat Piagam Jakarta”
sebagaimana dikemukakan Bung Karno yang kala itu adalah Presiden RI.
Rumusan Pertama
(1)
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya
(2)
Kemanusiaan yang adil dan beradab
(3)
Persatuan Indonesia
(4)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
(5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Kedua
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa
(2)
Kemanusiaan yang adil dan beradab
(3)
Persatuan Indonesia;
(4)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan (catatan: untuk itulah
dibentuk
MPR yg bertugas memilih presiden dan wakil presiden, tak perlu pemilihan
langsung} ;
(5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Ketiga
(1)
Ketuhanan Yang Maha Esa;
(2)
Peri-Kemanusiaan;
(3)
Kebangsaan;
(4)
Kerakyatan;
(5)
Keadilan sosial.
Rumusan Keempat
(1)
Ketuhanan Yang Maha Esa;
(2)
Perikemanusiaan
(3)
Kebangsaan
(4)
Kerakyatan;
(5)
Keadilan sosial.
Rumusan Kelima
Sama dengan Rumusan II, dengan catatan bahwa sila-sila yang dikandung di
dalamnya dijiwai oleh semangat Piagam Jakarta seperti ditegaskan Presiden
Sukarno. Khususnya berkenaan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perubahan
Sila Pertama
Sebagaimana
kita ketahui usul para wakil golongan nasionalis Islam dalam sidang terakhir
BPUPK sangat berpengaruh dalam menyusun Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Dalam
sidang terakhir yang beranggotakan 9 orang itu, terdapat 4 orang wakil golongan
nasionalis Islam. Golongan nasionalis sekuler: Sukarno, Mohamad Hatta, A. A.
Maramis, Ahmad Subardjo dan Mohamad Yamin. Golongan nasionalis Islam: Abikusno
Tjokrosujoso, Abdul Kahar Muzakkir, Hají Agus Salim dan A. Wahid Hasjim.
Meskipun
sila pertama kemudian dirubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut
Nijwenhuijze, seorang sarjana Belanda, sila tersebut berasal dari golongan
nasionalis Islam. Begitu pula Hazairin dalam bukunya Demokrasi
Pancasila (Jakarta 1970:58) menyatakan bahwa istilah tersebut hanya
mungkin berasal dari kebijaksanaan dan iman orang Indonesia yang beragama
Islam. Khususnya sebutan Yang Maha Esa, yang dapat dikaitkan dengan
seburtan Allahu al-wahidu al-Ahad(Allah Yang Satu dan Esa).
Pernyataan
kedua sarjana tersebut dapat dihubungkan dengan pernyataan Profesor Supomo S.
H. Dalam pidatonya 31 Mei 1945 dalam sidang BPUPK Prof. Supomo membedakan bahwa
ada dua gagasan tentang negara yang dikemukakan dalam BPUPK, yaitu gagasan
“Negara Islam” dan gagasan “Negara berdasarkan cita-cita luhur dari agama
Islam”. Menurut Supomo:
Dalam
negara yang tersusun sebagai “Negara Islam”, negara tidak bisa dipisahkan dari
agama.Negara dan agama ialah satu., bersatu padu… dan hukum syariat itu
dianggap sebagai perintah Tuhan untuk menjadi dasar untuk dipakai oleh negara.”
Supomo menganjurkan agar negara Indonesia tidak menjadi
negara Islam, tetapi menjadi “negara yang memakai dasar moral yang luhur
yang dianjurkan juga oleh agama Islam”. Alasan Supomo diterima oleh
banyak nasionalis Islam, karena itu untuk sementara waktu perubahan rumusan
sila pertama Pancasila dalam Piagam Jakarta tidak lagi mencantumkan kata-kata
“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” dan diganti dengan
kata-kata “Yang Maha Esa”.
Tetapi
perdebatan tentang hal tersebut muncul kembali pada tahun 1950-1959, dan
pada setelah lengsernya Presiden Suharto dan munculnya Reformasi pada
tahun 1998 sampai sekarang.
Mukadimah
UUD 45 dan Masyarakat Madani
Dalam
sejarah Indonesia pemikiran tentang Masyarakat Madani (MM) atau Civil Society
dapat dilihat dalam tulisan Muhamad Hatta tentang “Collectivisme” (1930) Dalam
tulisan tersebut Hatta menggagaskan bahwa suatu bangsa tidak mungkin dibangun
tanpa prinsip-prinsip solidaritas dan subsidiaritas. Prinsip solidaritas
mengisyaratkan perlunya kerja sama (koperasi) yang aktif secara kolektif dari
komponen-komponen yang ada dalam masyarakat. Prinsip subsidiaritas ialah yang
mampu membantu yang tidak mampu, yang kuat membantu yang lemah, khususnya
dibidang ekonomi, pendidikan dan kebudayaan.
Tetapi
rujukan konstitusional MM secara resmi terdapat dalam Mukadimah/Pembukaan UUD
45 dan batang tubuhnya, yaitu pasal-pasal dan ayat-ayat dalam UUD 45. Secara
keseluruhan Mukadimah UUD 45 memberikan jaminan hukum tertulis bagi
terbentuknya sebuah masyarakat berperadaban yang tunduk pada undang-undang dan
hukum yang berlaku, yang kita sebut MM. Dalam konteks Indonesia, MM yang
dibentuk mestilah berakar dalam sejarah perjuangan dan cita-cita luhur bangsa
Indonesia. Cita-cita luhur tersebut tercermin dalam sistem kepercayaan dan
agama yang dianut bangsa Indonesia, serta kebudayaannya.
Mukadimah
UUD 45 secara historis dapat disebut sebagai Deklarasi Kemerdekaan Indonesia.
Ada 4 (empat) hal pokok di dalamnya:
(1) Statement
of belief (pernyataan keyakinan):
· Bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa;
· Keberhasilan perjuangan mencapai kemerdekaan adalah berkat
Rahmat Tuhan Yang Maha Esa.
Itulah
sebabnya Ketuhanan YME dijadikan sila pertama, karena bangsa Indonesia yakin
bahwa tanpa rahmat Tuhan YME tak mungkin bangsa Indonesia berhasil dalam
perjuangannya itu. Sedangkan sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab
berhubungan dengan hasrat menegakkan martabat manusia, yang di dalamnya
tercakup hak suatu bangsa untuk menegakkan kemerdekaan.
(2) A
vision of history (keinsyafan sejarah):
Terbentuknya negara Indonesia hasil
perjuangan seluruh bangsa Indonesia, yaitu merebut kemerdekaan dari penjajahan
kolonial Belanda dan Jepang baik melalui perjuangan bersenjata maupun melalui
perjuangan politik dan kebudayaan.
Ini
bermakna bahwa negara RI yang diproklamasikan pada tahun 1945 bukan warisan
dari nenek moyang, tetapi lebih merupakan hasil perjuangan panjang bangsa
Indonesia dalam perjalanan sejarahnya, khususnya setelah dijajah Belanda dan
Jepang. Perjuangan itu terus berlanjut karena cita-cita kemerdekaan tidak dapat
dicapai dengan seketika, dan masih terus mendapat gangguan hingga sekarang ini.
(3) Landasan falsafah atau
fundamental kenegaraan.
-
Ketuhanan Yang Maha Esa
-
Kemanusiaan yang adil dan beradab
-
Persatuan Indonesia
-
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan
permusyawaratan perwakilan.
-
Keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia
(4) Alasan ideologis
berdirinya negara Indonesia:
· Mempertahankan bangsa dan tanah air
· Meningkatkan kesejahteraan rakyat
· Mencerdaskan kehidupan bangsa
Ikut
serta dalam mempertahankan perdamaian dunia yang abadi dan berkeadilan.
Dari
keempat alasan ideologis berdirinya negara tersebut, yang paling langsung
berkaitan dengan pembinaan MM ialah ”mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sebab
hanya dengan kecerdasan itulah bangsa Indonesia dapat dibangun. Jika dirujuk
pada Pancasila yang merupakan dasar negara, yang ingin dikembangkan ialah
sebuah negara bangsa yang ”religius, humanis (manusiawi), bersatu (walaupun aneka
ragam), demokratis dan berkeadilan sosial”. Tiga alasan ideologis negara
(Mempertahankan bangsa dan tanah air; meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan
ikut serta dalam mempertahankan perdamaian dunia yang abadi dan berkeadilan)
berhubungan langsung dengan tugas dan kewajiban Negara/Pemerintah.
Dengan
membedakan antara wilayah urusan negara dan wilayah utama urusan MM, maka kita
dapat menentukan peranan MM. Walaupun tidak berkaitan langsung dengan tiga
wilayah urusan negara, namun MM yang kuat dapat membantu negara dalam
menyelenggarakan pemerintahan yang menjamin tercapainya tujuan seperti
”meningkatkan kesejahteraan rakyat”, begitu pula kesadaran ”mempertahankan
bangsa dan tanah air”. Tenaga-tenaga profesional dalam bidang birokrasi,
administrasi dan penyelenggaraan pemerintahan pada akhirnya direkrut dari MM,
baik melalui partai politik maupun organisasi sosial dan keagamaan, serta
lembaga pendidikan tinggi.
”Upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa”, yang peranannya terletak di tangan MM, dapat
dikaitkan dengan visi kesejarahan diproklamasikannya negara RI. Menurut
Mukadimah UUD 45 negara Indonesia berhasil diproklamasikan melalui perjuangan
panjang bangsa Indonesia, baik dalam bentuk perjuangan politik, ekonomi dan
militer, maupun dalam bentuk perjuangan intelektual dan kebudayaan.
Hanya
bangsa yang cerdas dapat memelihara dan mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan
dan martabatnya di tengah bangsa yang lain di dunia. Ciri bangsa yang cerdas
antara lain:
Ø
Dalam kehidupan sosial budaya,
berjiwa progresif dan kreatif.
Ø
Sikap budayanya cenderung
kosmopolitan dan pluralistik (bukan pluralisme). Masyarakat yang jiwanya
kosmopolitan dan pluraristik menghargai perbedaan pendapat, keyakinan dan
keragaman budaya,sebagai salah satu syarat bagi tumbuhnya demokrasi
Ø
Mantapnya tatanan kehidupan sosial
politik yang demokratis artinya menghormati kedaulatan rakyat.
Ø
Terbentuknya struktur kehidupan
sosial ekonomi yang adil serta merata.
Demikianlah
MM yang sehat dan kuat memiliki peranan membantu terlaksananya cita-cita
membangun negara sebagaimana dicita-citakan Mukadimah UUD 45. Tak ada negara di
dunia ini mampu menciptakan dirinya maju dan berkembang tanpa dibantu oleh
adanya sebuah MM yang sehat dan kuat. Negara dan MM saling membantu dan
mendukung dalam mencapai cita-citanya, karena itu keduanya memiliki fungsi
relasional, yaitu peranan yang saling berkaitan secara timbal balik.
Peranan
M M
Dilihat
dari sudut fungsi relasionalnya itu itu peranan MM antara lain ialah:
Memberi perlindungan kepada individu dan kelompok-kelompok tertentu dalam
msyarakat dalam berhadapan dengan tindakan negara/pemerintah yang merugikan,
seperti melanggar hak asasi manusia dan lain sebagainya. Dalam hubungan ini MM
berparanan antara lain : (1) Menjaga supaya negara dalam melaksanakan tugasnya
tidak melampaui garis batas atau aturan yang telah ditentukan/diatur
undang-undang; (2) Mendukung usaha negara dalam menjalankan tugas pokoknya,
serta mengisi lowongan tugas yang ada di luar tanggungjawab langsung negara.
Misalnya penyelenggaraan kehidupan beragama, beribadah, kegiatan kebudayaan
atau kesenian dan lain sebagainya.
Agar
MM sehat dan kuat, ia harus mandiri dan tidak boleh bergantung kepada negara
(independen). Oleh sebab itu MM harus merupakan sesuatu yang tumbuh dan
berkembang dari bawah – yaitu dari masyarakat sendiri – bukan dibina dari
‘atas’ oleh pemerintah. Walaupun demikian tidak berarti Negara tak punya
peranan dalam menumbuhkan dan mengembangkan MM.
Peranan
negara bagi terciptanya MM ialah: Memelihara suasana kehidupan yang demokratis
dan adil. Ini merupakan tugas konstitusional negara. Karena itu kegagalan
terciptanya suasana kehidupan demokratis dan adil, merupakan kegagalan
pemerintah, khususnya selama Orde Baru memerintah. Dalam kaitan ini ada tiga
(3) tugas pokok yang dapat dijalanlan oleh negara:
(1)
Memberi jaminan hukum dan politik bagi kehadiran dan perkembangan MM. Tidak
boleh menghambat, mengekang dan menghalang-halangi. Pertumbuhan MM harus
mendapatkan jaminan dari undang-undang.
(2)
Memupuk suasana budaya dan ideologis yang ramah dan menyenangkan bagi
tumbuhnya MM.
(3)
Menyediakan infrastruktur sosial yang diperlukan dan memberikan
fasilitas
bagi tersedianya infrastruktur tersebut.
Hal
tersebut dapat dilakukan secara bertahap, misalnya dengan memberikan dukungan
politik dan hukum terlebih dulu, baru kemudian diciptakan suasana budaya dan
ideologis yang menguntungkan, dan pada akhirnya memberi fasilitas pembuatan
infrastrukur sosial yang diperlukan.
(Catatan
: Uraian tentang Masyarakat Madani dalam tulisan ini adalah ringkasan dari
rumusan yang disusun Tim Reformasi 1999 yang dianggotai antara lain
Taufik Abdullah, Abdul Hadi W. M., Syafri Sairin dll).
Tetapi
sayang pasca Reformasi negara dan masyarakat bertambah amburadul. Cita-cita MM
akan tampak sebagai utopaia. Untuk kembali kepada jiwa semangat Mukadimah UUD
45 diperlukan revolusi kebudayaan, sehngga timbul perubahan besar secara
mental, cita-cita, alam pikiran dan pandangan hidup bangsa.
BERBAGAI LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA
Pancasila dasar filsafat Negara RI secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal
18 agustus 1945 dan tercantum dalam pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam
berita Republik Indonesia tahun II No 7 bersama – sama dengan batang tubuh UUD
1945.
Eksistensi pancasila sebagai dasar
filsafat Negara republik Indonesia mengalami berbagai macam interprestasi dan
manipulasi politik sesuai kepentingan penguasa yang berlindung dibalik
legtimasi ideology Negara pancasila .
Gerakan reformasi berupaya mengembalikan kedudukan dan fungsi pancasila sebagai
dasar Negara RI, yang direalisasikan melalui ketetapan MPR Th 1998 No.
XVIII/MPR/1998 disertai dengan pencabutan p – 4 dan pencabutan pancasila
sebagai satu – satunya asas bagi orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut juga
mencabut mandat MPR yang diberikan kepada Presiden atas wewenangnya untuk
membudayakan pancasila melalui p -4 dan asas tunggal pancasila.
Dampak yang sangat serius atas manipulasi pancasila oleh para penguasa pada
masa lampau , dewasa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat
beranggapan bahwa pancasila merupakan label politik orde baru. Pandangan yang
sinis serta upaya melemahkan peranan ideology pancasila pada era reformasi
dewasa ini akan sangat berakibat fatal bagi bangsa Indonesia yaitu melemahnya kepercayaan
rakyat terhadap ideology Negara yang kemudian pada gilirannya akan mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang telah lama dibina, dipelihara
serta didambakan bangsa Indonesia sejak dahulu.
Bukti yang secara objektif dapat disaksikan adalah hasil reformasi yang belum
menampakan hasil yang dapat dinikmati oleh rakyat. Berdasarkan alasan serta
kenyataan objektif tersebut diatas maka sudah menjadi tanggung jawab kita
bersama sebagai warga Negara untuk mengembangkan serta mengkaji pancasila
sebagai suatu hasil karya besar bangsa kita yang setingkat dengan paham atau
Isme – isme besar dunia dewasa ini seperti misalnya Liberalisme.
Upaya untuk
mempelajari serta mengkaji pancasila tersebut terutama dalam kaitannya dengan
tugas besar bangsa Indonesia untuk mengembalikan tatanan Negara kita yang porak
poranda dewasa ini. Reformasi ke arah terwujudnya masyarakat dan bangsa yang
sejahtera tidak cukup dengam hanya mengembangkan dan membesarkan kebencian,
mengobarkan sikap dan kondisi konflik anta elit politik.
Landasan Pendidikan
Pancasila
Landasan Historis
Bangsa Indonesia
terbentuk dalam suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak Zaman kutai.
Beratus – ratus tahun bangsa Indonesia berjuang menemukan jati dirinya sebagai
suatu bangsa yang merdeka , mandiri serta filsafat hidup bangsa. Setelah
melalui suatu proses yang panjang dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia
menemukan jati dirinya , yang di dalamnya tersimpul ciri khas , sifat, dan
karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain.
Dalam hidup berbangsa
dan bernegara dewasa ini terutama dalam masa reformasi, bangsa Indonesia
sebagai bangsa yang harus memiliki visi harus serta pandangan hidup yang kuat
agar tidak terombang – ambing ditengah – tengah masyrakat Internasional.
Jadi, secara historis
bahwa nilai –nilai yang terkandung dalam setiap sila pancasila, sebelum
dirumuskan dan disahkan menjadi dasar Negara Indonesia secara objektif historis
telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri sehingga asal nilai – nilai
pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendir, atau dengan
kata lain bangsa Indonesia sebagai kuasa materialis pancasila.
Landasan Kultural
Setiap bangsa di dunia dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara senantiasa memiliki
suatu pandangan hidup. Filsafat hidup serta pegangan hidup agar tidak terombang
– ambing dalam pergaulan masyarakat internasional. Setiap bangsa memiliki ciri
khas serta pandangan hidup yang berbeda dengan bangsa lain . Negara
komunisme dan liberalisme meletakan dasar filsafat negaranya pada suatu konsep
ideologi tertentu.
Berbeda dengan bangsa – bangsa lain , bangsa Indonesia mendasarkan pandangan
hidupnya dalam masyarrakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas cultural
yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri. Satu – satunya karya besar
bangsa Indonesia yang sejajar dengan karya besar bangsa lain di dunia ini
adalah hasil pemikiran tentang bangsa dan Negara yang mendasarkan pandangan
hidup suatu prinsip nilai yang terutang dalam sila – sila pancasila.
Landasan Yuridis
Landasan Yuridis perkuliahan pendidikan
pancasila di pendidikan
Tinggi tertuang dalam undang – undang No
2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Pasal 29 telah
menetapkan bahwa ia isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan,
wajib memuat pendidikan pancasila, pendidikan agama dan pendidikan
kewarganegaraan konseptual tersebut kemudian dikokohkan kembali oleh kehadiran
dan undang – undang Nomor tahun 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
Nasional sebagai pengganti undang – undang no 2 tahun 1989.
Landasan Filosofis
Pancasila adalah sebagai dasar filsafat
Negara dan pandangan
Filosofis bangsa Indonesia. Oleh karena
itu, sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara konsisten
merealisasikannya dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan
bernegara. Hal ini berdasarkan pada kenyataan secara filosofis dan objektif
bahwa bangsa Indonesia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara mendasarkan pada
nilai – nilai yang tertuang dalam sila – sila pancasila yang secara filosofis
merupakan filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan Negara.
TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA
Tujuan pendidikan
diartikan sebagai seperangkat tindakan intelektual yang penuh tanggung jawab
yang berorientasi pada kompetensi mahasiswa pada bidang profesi masing –
masing. Sedangkan kompotensi lulusan pendidikan pancasila ditujukan untuk
memahami seperangkat tindakan intelektual , yang penuh tanggung jawab sebagai
seorang warga Negara dalam memecahkan berbagai masalah dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menerapkan pemikiran yang
berlandaskan nilai – nilai pancasila.
KESIMPULAN
·
Bagai mana di
jelaskan tadi bahwa betapa pentingnya PENDIDIKAN
PANCASILA.
·
Karna untuk
meningkatkan moral masyarakat khususnyamoral
bangsa indonesia .
DAFTAR PUSTAKA
1. GOOGLE
2. MAKALAH PANCASILA
3 .BLOG
Artikel
Pendidikan
pancasila
Di Susun Oleh : SUMA
NIM :
1201056
KELAS : A6
SMESTER :
01
Tidak ada komentar:
Posting Komentar